Aku sedang merantau. Tinggal jauh dari kampung halaman, bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk menempa diri. Laku yang dalam budaya Jawa, dimaknai sebagai bentuk kesadaran untuk menahan diri dari kenikmatan duniawi, demi tujuan yang lebih tinggi.
Aku jarang jajan, jarang belanja ini-itu. Keinginan untuk membeli sesuatu kerap muncul, tapi aku tahan. Karena aku tahu, setiap rupiah yang tidak aku keluarkan, bisa jadi batu bata kecil dalam pondasi masa depan yang sedang aku bangun.
Bagi sebagian orang, hidup seperti ini mungkin terlihat “menyiksa diri". Tapi bagiku, ini bentuk cinta pada diriku sendiri. Karena aku sedang berinvestasi, bukan hanya dalam bentuk uang, tapi juga waktu, tenaga, dan kesabaran.
Aku percaya, rasa prihatim bukan berarti hidup serba kekurangan. Tapi justru hidup dengan penuh kesadaran. Memilih yang penting, meninggalkan yang sekadar ingin. Membatasi diri, bukan karena terpaksa, tapi karena tahu arah.
Di balik kesederhanaan yang kupilih, ada tujuan besar yang sedang aku kejar, yaitu menjadi versi diriku yang lebih baik. Lebih kuat, lebih bijak, dan lebih peka.
Inilah jalanku. Lelaku prihatin dalam diam. Semoga nanti saat saatnya tiba, aku bisa pulang, membawa bukan hanya keberhasilan, tapi juga kedewasaan.
No comments:
Post a Comment